Tanda-Tanda Jodoh

Kertas-kertas di pangkuanku masih bersih tanpa satu pun coretan tinta. Aku berencana mengerjakan soal kuis uji kolmogorov-smirnov yang tadi belum jadi dikumpul karena Bu Hellen ada rapat mendadak di prodi. Tapi sampai menit ke sekian, pena dalam genggamanku belum juga bergerak. Potongan-potongan kisahku dengannya terus berputar dalam pikiran seperti film dokumenter.

“Kamu masih kepikiran dia, Ra?” Syifa datang tiba-tiba dan langsung mencomot satu buah pisang goreng coklat yang belum kubuka dari bungkus mikanya sejak lima belas menit lalu.

Aku masih terdiam. Syifa menggeser tas ransel di bangku sebelah kananku lalu ikut duduk.

“Sebenarnya, yang masih kamu risaukan bagian mananya sih Ra?” Syifa menatapku lekat. Mulutnya masih penuh pisang goreng yang baru kubeli di dekat taman kampus.

“Aku takut, Fa. Kalau nanti nggak berjodoh sementara kami sudah berusaha menunggu lama, gimana? Aku nggak mau sakit-sakit.”

“Memangnya kalian buat perjanjian untuk saling menunggu?” Tangannya berhenti mencomot pisang. Tatapan itu kemudian jadi lebih serius ke arahku.

“Nggak, sih. Tapi bagaimana lah ya Fa. Aku takut keputusan untuk menjauh ini salah. Kalau setelah dia penuhin semuanya nanti terus kami tetap nggak bisa bersama, gimana?”

Syifa memutar bola matanya sebentar.

“Kalau nanti tetap nggak bisa bersama, Berarti … tandanya kalian nggak berjodoh Ra. berarti Allah sudah balikkan hatimu darinya, atau Allah balikkan hatinya dari kamu. Ya begitulah.”

“Emang jodoh ada tanda-tandanya?”

“Ada lah. Gini lho, Zahra sayang. Tanda-tanda kita berjodoh dengan seseorang itu adalah lancarnya semua proses menuju ikrar di hari pernikahan. Kalau ada hal-hal yang sulit, maka akan dimudahkan. Kalau ada hal yang kurang, maka akan dicukupkan. Kalau ada hal yang masih membuat ragu, maka akan diyakinkan. Proses yang meskipun sederhana, namun akan tetap membahagiakan. Kalau yang terjadi adalah kebalikannya, mungkin itu tandanya kalian belum berjodoh.”

“Kalau misalnya nanti salah satu dari kami tidak konsisten untuk menunggu dan lebih memilih seorang lain yang baru datang, gimana?” tanyaku lagi.

“Tidak ada yang perlu dikhawatirkan, Ra. Allah selalu punya rencana terbaik untuk hidup ini. Gini, gini, kalau kamu naik pesawat kelas bisnis dengan pilot terbaik, kamu pasti bakal tenang dan nggak khawatir bakal jatuh kan? Begitupun juga kita, kalau dunia ini dianalogikan sebagai pesawat, Allah adalah pilot terbaik dan terprofesional yang akan membawa kita dengan selamat sampai tujuan tanpa harus khawatir ada kesulitan atau ada sesuatu yang tak bisa kita lewati.”

“Jadi, selama ada Allah, harusnya aku nggak perlu khawatir apa yang akan terjadi ya Fa? Ah, Syifa. Aku nggak nyangka temen main lompat tali ku dulu sekarang udah bisa kasih nasihat sebaik ini.” ucapku dengan mata berkaca-kaca.
Syifa mencubit lengan kananku sampai aku meringis kesakitan. “Yup. jangan khawatir dengan apa-apa yang akan dan sudah ditakdirkan Allah. Yakinlah kalau itu pasti rencana terbaik dari-Nya untuk hidup kita.

Percayalah sama aku Ra, kalau suatu hari nanti kamu ditunjukkan jalan yang sama dengan Kak Rijal, maka bersyukurlah mimpi-mimpi kalian akan terwujud. Tapi, kalau nanti kamu ditunjukkan jalan lain yang tak searah dengannya, maka Allah pasti akan arahkan dia juga ke jalan lain yang lebih baik. Jadi jangan takut ada rasa saling menyakiti. Kan niat awal kalian memang cinta karena Allah. Kalau kamu bisa benar-benar ikhlas Ra, mungkin suatu hari nanti kamu akan menyesal hari ini pernah menginginkan seseorang dengan rindu yang terlalu hebat. Sampai semesta kepalamu penuh dengan namanya, sampai kami diabaikan, sampai sholatmu pun tak tenang. Padahal rencana Allah selalu baik.

Aku terdiam sejenak. Benar. seharusnya aku tak perlu merindukannya sedemikian dalam seperti saat ini. Toh kalaupun nanti namaku dan namanya tertulis di lembar yang sama dalam lauh mahfudz, pertautan dua hati itu tak mungkin tertukar. Allah selalu punya cara maha hebat kan untuk menyatukan dua hati yang saling menjaga? Aih, kemana pikiranku selama ini? Terlalu sibukkah hati dan akalku hingga malam-malam larut pun masih kugunakan untuk memikirkan sosoknya? 

“Jangan takut lagi, Ra. Kalau dia jodohmu, Allah akan mempermudah semua jalannya. Tapi kalau ternyata dia bukan jodohmu, anggaplah pertemuan kemarin sebagai bahan pembelajaran untuk kembali menata hati. Kadang-kadang, Allah menyuruh kita belajar melalui pertemuan-pertemuan singkat. Ngerti kan maksudku?”

Aku mengangguk mantap. Lalu memeluknya erat. Allah baik sekali telah mengirimkan sahabat sekaligus malaikat paling mengerti sepertinya. Syifa selalu punya solusi yang bijak untuk dipertimbangkan. Kalau nanti aku dan Kak Rijal diarahkan ke jalan yang lain dan tak searah, maka ia pun juga pasti akan diarahkan ke jalan lain yang lebih baik. Ihwal jodoh memang tak pernah bisa ditebak, namun kita bisa melihat tanda-tandanya, kan?
Rumah rindu, April 2017.

2 thoughts on “Tanda-Tanda Jodoh

Leave a comment