Efek merajuk


Menurut kamus besar bahasa Palembang, merajuk bisa didefinisikan sebagai kata ngambek. Eh, ngambek bahasa apa ya? Hehehe. Hmm, kira-kira artinya melakukan sesuatu yang tak biasa agar dimengerti oleh orang sekitar bahwa ada maksud hati yang ingin dipenuhi, wkwk. *inidefinisiapaanya:D

Kata orang-orang, biasanya perempuan yang identik dengan kata ‘ngambek’ atau merajuk ini. Sebenarnya, aku juga sering sih, dulu, tapi sejak mengerti bahwa hal ini kurang baik, semesta kepalaku jadi berputar tujuh kali untuk menimbang-nimbang setiap kali akan merajuk. Merajuk buat apa kah? Penting kah? Bermanfaat kah? Tak bisa dibicarakan langsung kah? Atau paling tidak jika sulit dibicarakan, bagaimana kalau dituliskan saja? Daan banyak lagi sederet pertimbangan lain.

Ternyata … merajuk itu merepotkan lho, serius. Efeknya bisa menimbulkan perasaan tidak enak, mengesalkan, dan meribetkan, dan kelaparan, dan kebosenan, dan lain-lain gatau apalagi, wkwk. Intinya perbuatan tidak menyenangkan yang kurang baik jika berlarut-larut.

Misalnya, seperti kisah berikut.

~~~

“Mbak, tadi dapet undangan. Udah diliat?”

*diem
“Mbak mau datang nggak?”

*diem

“Mbak, makan yuk.”

“Iya.”
5 menit kemudian.
“Mbak, ayuk makan … udah diambilin loh nasinya.”

“Kenyang.”

“Kenyang makan apaan? Belum makan apa-apa geh daritadi.”
*diem

*masih diem

*diem lagi
“Mbak?”

“Kenyang.”

Beberapa jam kemudian.
“Mbak, tadi kenapa nggak langsung pulang?”

*Diem

“Mbak, aku buat salah ya?”

*Diem lagi

“Mbak kenapa?”

*masih diem

-_-

~~~~

Aku sering tak pandai mendefinisikan sesuatu, mendeskripsikan makna, atau menerjemahkan kode-kode. kata orang-orang, aku adalah gadis yang sering terlambat mengerti. Wkwk, astaghfirullah. Bagaimanalah ya, untuk mengerti kode-kode itu aku harus melewati beberapa kali proses perekaman data, untuk memahami misalnya kode mematikan lampu artinya harus keluar dan harus meninggalkan tempat itu. Atau kode keran air yang dimatikan dari saluran depan artinya aku terlalu lambat mencuci piring. Dsb dsb.

Hehehe, ya begitu. Tapi kalau sudah pernah menerjemahkan suatu kode, biasanya akan terus melekat kok. Ini wajar kan? Terkadang kita harus membuka pintu yang salah agar bisa tau dan menemukan alasan mengapa pintu itu salah dan akhirnya memilih untuk masuk ke pintu yang benar. Namanya juga berproses ya kan, hehehe. Ini wajar atau aku yang mewajarkan? Menurutmu?

Kembali ke perihal merajuk. kali ini beneran duarius. Aku sering terlalu bingung dengan kode seseorang yang merajuk. Sebut saja namanya fulanah. Jadi ceritanya fulanah ini kalau sehabis dimarahi atau ditegur untuk sesuatu yang menurutnya berbeda pendapat, pasti akan langsung merajuk. Walaupun maksud si empunya saran sebenarnya baik, tapi dari beberapa kesempatan yang telah aku perhatikan, cara menegur fulanah ini memang harus pelan. Kalau tajam sedikit, rantingnya bisa patah berhari-hari. Bisa tidak mau bicara berhari-hari, tidak makan, tidak minum, tidak beranjak dari tempat tidur, dan lain-lain. Menyedihkan kan:’) sampai aku juga jadi kepikiran berhari-hari.

Kenapa tidak dikomunikasikan langsung saja? Atau jika sulit dibahasakan, paling tidak mengapa tidak dituliskan saja dalam secarik surat? 

Lebay?

Tidak lah.

Masalah sekecil apapun kalau dipendam dan menimbulkan sakit-sakit tetap saja berbahaya. Lebih baik diselesaikan kan. 

Mungkin … jalan satu-satunya yang paling mudah ialah saling memahami ya. A Memahami bahwa karakter B saat menyampaikan pendapat atau menyarankan sesuatu memang selalu blak-blakan namun maksud sebenarnya baik. Sedangkan B harus memahami bahwa karakter A yang tak bisa ditegur dengan cara keras. Kalau A sulit mengerti? Maka B yang harus banyak mengalah. Kalau B yang sulit mengerti? Maka A yang harus banyak mengalah. Mengalah toh tak membuat kita rugi, ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari mengalah, terutama ilmu sabar. Kata ibu, Ilmu sabar itu tingkatannya tinggi , kalau ndak dipelajari dari hal-hal terkecil, bagaimana mau sabar dengan hal yang besar? Hehehe. Setidaknya begitu konsep yang kuingat selama ini.

Sebagai self reminder juga, kurang-kuranginlah kebiasaan merajuk mulai sekarang. Selain merepotkan, merajuk juga bisa berpotensi jadi racun dalam hati. Tak semua orang ditakdirkan lahir dengan perasaan yang peka kan, terkadang, kita yang perlu untuk berbicara lebih jelas dan lebih banyak lagi. Kalau tak bisa berbicara, maka tulislah. Kalau tak bisa menulis, maka pahamilah. Kalau tak bisa memahami, maka mengalahlah. Eh gimana ya ini urutannya? Hehehe ya pokoknya gitu deh. Darpada merajuk-merajuk ndak jelas, kan. Lebih baik diselesaikan langsung saja.
Yap,
Semoga

Ndak ada cerita merajuk

Yang berkelanjutan lagi.

Aamiin.
-rumah casuarine.

April 2017

3 thoughts on “Efek merajuk

  1. 74maludin says:

    Kira kira merajuk itu selalu berhubungan dengan gender ga ya ? Karena biasanya yang semacam itu dimiliki sama anak perempuan,

    Hehehe

    Like

Leave a comment