Judul : Ampera Runtuh 2020
Penulis : Riza Pahlevi
Penerbit : Indonesian Creative Award (ICA)
Bissmillahirrahmanirrahim.
Alhamdulillah, qadarullah beruntungnya saya dapat membaca buku yang isinya sangat inspiratif ini. Ampera Runtuh 2020 ditulis oleh Riza Pahlevi, seorang pejuang dalam Pemerintahan Kota Palembang yang senantiasa ingin mewujudkan cintanya pada Ampera sebagai jantung Kota Palembang.
Buku ini bercerita perihal Jali si Anak ketek. Begitu teman-teman dan orang di sekitarnya biasa memanggil. Meskipun memiliki nama lengkap yang teramat apik, “Ghozali” namun ia lebih nyaman dipanggil sebagai Jali. Nama panggilan yang sederhana namun kaya arti sebab ayah dan ibunya lah yang memberi panggilan itu.
Jali adalah seorang anak tangguh yang tumbuh dalam kesederhanaan. Dibesarkan seorang diri oleh ibunya karena ayahnya meninggal sejak jali berusia 5 tahun, ia mencoba untuk mengerti meskipun berat. Kadang, bulir-bulir menumpuk di mata Jali kecil setiap kali melihat teman-teman sebayanya yang masih bisa bermain dengan sosok ayah. Jali selalu teringat masa-masa ayahnya masih hidup, ayah lah yang selalu memberi semangat agar Jali tumbuh menjadi anak laki-laki yang kuat kala dewasa nanti.
Setiap hari minggu, Jali juga rajin ikut membersihkan sungai musi yang belakangan ini banyak dikotori sampah. Kebetulan Pak walikota adalah orang yang tak segan turun langsung untuk ikut bergotong royong bersama warga. Jali senang sekali bisa ikut membersihkan sampah di sungai musi kecintaannya itu. Sungai yang memiliki banyak kenangan ketika ayahnya masih hidup. Sungai yang menyumbangkan ikan-ikan untuk dimasak ibu agar mereka bisa bertahan hidup ketika mereka tak memiliki apa-apa lagi untuk dimakan.
Kesulitan hidup yang sudah dijalani Jali sejak kecil mengajarkan Jali untuk bisa menjadi pribadi yang bermental kuat. Jali kecil sudah memikirkan bagaimana caranya mendapat uang. Kasih sayang ibunya dan didikan yang sederhana namun luar biasa menjadikan Jali seorang anak yang jujur, sopan, dan bijaksana.
Jali tidak pernah malu berjualan kantong plastik di pasar. Satu kantong plastik dijual seharga 500. Seringkali banyak orang yang kasihan dan memberinya uang lebih. Namun Jali yang bersifat jujur menolaknya dengan halus. Ia tidak ingin dicap sebagai peminta-minta. Sebuah prinsip yang sudah sangat jarang sekali ada di generasi muda masa kini. Meskipun kisah dalam novel ini hanya fiktif, namun pesan baiknya tetaplah patut untuk dicontoh dan diambil hikmahnya oleh generasi muda agar tumbuh menjadi pribadi yang berkelas kelak.
Pernah suatu hari, Jali berpamitan pada ibunya yang tergeletak sakit ketika hendak pergi berjualan kantong plastik pagi hari. Dari rumah, ia telah menengadahkan tangan berdoa pada Allah swt, “Ya Allah, tolong kasih rezeki buat Jali hari ini. Jali pengen beli nasi pindang patin kesukaan ibu yaAllah.”
Hati saya pun ikut terenyuh membaca doa jali. Betapa mulianya karakter Jali dideskripsikan oleh penulis.
Setelah berusaha menjual kantong plastiknya, perjuangan jali belumlah usai. Di tengah jalan, ia bertemu preman-preman yang punya kebiasan mengacaukan jalan. Preman itu mengambil uang jali dengan paksa. Jali sedih sekali. Akhirnya saat malam ia bertekad akan membantu mencuci piring di sebuah kedai pecel lele pinggir jalan, agar bisa mendapat nasi untuk ibunya yang sedang sakit di rumah.
Suatu hari, dalam tidurnya yang lelap di sebuah ketek karena kelelahan, Jali melihat Ampera yang tiba-tiba retak. Semakin lama retakannya semakin meluas. Kemudian dalam hitungan menit, Ampera runtuh berbongkah-bongkah. Semua orang terkejut. Jali menjerit. Jeritannya yang menggaung ke seluruh penjuru rumah membuat ibunya khawatir dan bergegas membangunkan Jali. Jali bangun dalam keadaan bingung. Ia masih tak habis pikir terhadap apa yang dilihatnya barusan.
Saat beranjak remaja, seperti yang dirasakan oleh teman-teman sebayanya. Jali juga merasakan betapa hatinya berbunga-bunga ketika melihat seorang gadis. Ia bertemu dengan seorang gadis berkhimar syar’i dan rupawan di Masjid Agung Kota Palembang. Hati jali terus berdebar tiapkali melihat sosok gadis itu,
namun sisi lain dalam dirinya berontak. Gadis itu tetaplah belun jadi siapa-siapa baginya. Tak pantas jali memiliki perasaan sehebat ini. Jali berdoa dalam hati pada Allah, apabila gadis itu memang baik untuknya, ia memohon kiranya Allah akan mempertemukan mereka lagi di waktu dan kesempatan yang tepat.
Memang benarlah, terkadang untuk memperjelas sesuatu kita harus menunggu waktu dan kesempatan yang tepat. Apabila salah satu dari dua hal tersebut belum siap, maka barangkali itulah yang menghambat rencana-rencana untuk mewujudkan mimpi-mimpi yang kita harapkan. Bisa jadi saat ini waktunya tepat, namun kesempatannya belum tepat. Atau bisa jadi kesempatannya tepat, namun waktu yang kurang mendukung. Untuk menyelaraskan visi bersama seseorang, memang diperlukan suatu perjuangan.
Namun, sayangnya jodoh, rezeki, dan maut memang adalah hal yang paling tidak bisa kita tebak. Meskipun telah menjalani hari-hari penuh cerita manis,menjalani hari-hari dengan sederet impian bahwa mereka akan merancang Pionering ampera menjadi lebih indah lagi. Gadis cantik yang belakangan diketahui bernama Hafna itu tetiba menghilang tanpa kabar. Ia tetap menjauh meski akhir-akhir ini Jali sudah sering silaturahmi ke rumah bersama ayah ibunya. Jali kebingungan. Ia terus menelepon untuk menanyakan bagaimana kondisi hafna. Dan betapa terkejutnya Jali ketika mendapati bahwa Hafna telah diambil oleh Allah swt..
Jali menangis di pangkuan ibunya. Ibunya berusaha menenangkan. Ia mengerti betapa terpukulnya anak semata wayangnya itu.
Tanpa terasa, semakin dewasa usia Jali, kondisi kesehatan ibu juga semakin menurun. Tubuhnya yang renta membuat ibu Khadijah harus berjalan tertatih-tatih tiap kali ingin mengambil sesuatu. Ia terus sakit-sakitan.
Hingga puncaknya, ibunya menghembuskan nafas terakhir kala sedang sujud di atas sajadahnya. Jali begitu terpukul, kuliahnya terbengkalai, ia bahkan sempat ikut kelompok sesat dan sering menghindar dari teman-temannya.
Alhamdulillah, Allah berikan petunjuk terang pada Jali lewat sahabatnya yang begitu baik: Aziz. Aziz tak bosan dan tak henti mengingatkan Jali agar ia mau kembali Ke kehidupan semula. Jali kembali tersadar setelahnya. Ketika suatu subuh ia melewati masjid, dilihatnya kondisi masjid yang sangat ramai dipenuhi masyarakat. Keningnya berkerut terheran-teran. Setelah ditanya, ternyata subuh kali itu adalah jadwal kunjungan Pak walikota untuk safari subuh di masjid dekat rumah Jali. Jali tertegun. Ia merasa mendapat siraman air yang begitu sejuk dari ceramah-ceramah yang didengarnya pagi itu. Rasanya, hidayah dan kasih sayang allah mengalir begitu manis untuk Jali. Ia hanya sedang menutup mata selama ini, hingga tak bisa melihat hal-hal baik tersebut.
Setelah kembali sepenuhnya, Jali menjalani hidup dengan normal. Ia melanjutkan skripsinya yang tertunda, ia kembali bersikap sebagai remaja yang baik dan bertanggung jawab. Ia kembali menjadi Jali yang cerdas dan selalu bijaksana. Akhirnya, Jali berhasil lulus dengan pujian dan indeks prestasi tertinggi di universitas tempat ia menimba ilmu. Skripsinya yang membahas menngenai pionering ampera beserta maket yang dibuat juga menuai beragam pujian dari dosen-dosen penguji dan pembimbingnya.
Jali kini telah mengerti makna mimpinya dahulu, pesan ayahnya yang selalu terngiang dan Ampera yang Runtuh. Kata ayahnya, kejujuran dan keikhlasan mampu membuat suatu negara berjaya. Sebaliknya, negara akan hancur jika manusianya tidak jujur. Jika dianalogikan, anggaplah Ampera ini adalah lambang suatu negara, dan kejujuran serta keikhlasan masyarakat adalah kunci kokohnya Ampera tersebut. Jika kita ingin Ampera terus berdiri kokoh dan Palembang menjadi kota yang maju, maka keikhlasan dan kejujuran itu harus ditanamkan mulai saat ini di dalam jiwa masing-masing masyarakatnya.
Sebuah karya yang disusun begitu apik dalam kalimat-kalimat yang menyentuh. Saya seperti melihat sendiri betapa sedihnya Jali kecil saat ia berdoa ingin membelikan nasi pindang patin kesukaan ibunya yang sedang tergeletak sakit, sedang ia pun masih kecil dan hanya mampu berjualan kantong plastik dengan penghasilan sangat sedikit. Penulis mendeskripsikan adegan ini dengan sangat detail sehingga mampu menaikkan emosi pembaca.
Betapa malunya kita jika selama ini tidak bisa produktif dan masih banyak mengeluh karena kehidupan yang terasa kurang. Padahal di luar sana banyak saudara-saudara kita yang tetap punya semangat hidup tinggi untuk bisa berhasil sesulit apapun keadaan mereka.
Buku ini juga memotivasi agar kita tetap istiqomah berada di jalan yang lurus. Menginspirasi bahwa tidak ada proses baik yang sia-sia. Semuanya hanya tentang waktu dan perjuangan untuk selalu kuat. Selalunya, setelah hujan akan selalu ada pelangi manis yang akan datang.
Palembang, November 2018.